Sabtu, 26 Juli 2008

1.2 Proses Kerja Pesawat TV Secara Elektronis


PROSES KERJA TELEVISI
TV Cable, sejarahnya tv cable itu digunakan untuk tv siaran yang berlangganan (bayar) dan awalnya memang menggunakan kabel. sedangkan tv yang umum (gratis) dipancarkan dengan gelombang radio sehingga bisa ditangkap semua tvDengan kemajuan teknologi, saat ini bisa digunakan gelombang radio tetapi kalau mau melihat acar tv nya harus bayar dulu. Sehingga saat ini nama TV Cable belum tentu pakai kabel.Di Indonesia yang termasuk TV Cable adalah Indovision, Kabelvision, TelkomVision, IM2, Astro dll., pokoknya kita mesti bayar kalau mau lihat.Cara kerja TV Cable. Yang sederhana seperti Kabelvision ya yang langganan di pasangin kabel, yg tidak bayar ya tidak dipasang kabelnya. Kalau yang pakai satelit, sinyal di ubah menjadi digital kemudain di acak, sampai dirumah pelanggan sinyalnya dikembalikan lagi. Kira2 begitu. Kalau yang sudah digital (biasanya lewat satelit), lebih canggih karena penerima satelitnya bisa diprogram dari pusat, jadi kalau telat bayar bisa dimatikan dari pusat. Kalau yang pakai kabel harus didatangin rumahnya untuk diputus kabelnya.Kalau Vsat, lebih seperti penerima data satelit (2 arah) yang kecil. Kalau untuk TV tidak pakai Vsat karena lebih mahal dan cuma dibutuhkan 1 arah. Vsat kebanyakan digunakan untuk komunikasi antar kantor cabang atau mesin ATM.

PRINSIP KERJA TELEVISI
Pesawat televisi akan mengubah sinyal listrik yang di terima menjadi objek gambar utuh sesuai dengan objek yang ditranmisikan. Pada televisi hitam putih (monochrome), gambar yang di produksi akan membentuk warna gambar hitam dan putih dengan bayangan abu-abu. Pada pesawat televisi berwarna, semua warna alamiah yang telah dipisah ke dalam warna dasar R (red), G(green), dan B (blue) akan dicampur kembali pada rangkaian matriks warna untuk menghasilkan sinyal luminasi.Selain gambar, juga membawa suara ?Selain gambar, pemancar televisi juga membawa sinyal suara yang di tranmisikan bersama sinyal gambar. Penyiaran telavisi sebenarnya menyerupai suara sistem radio tetapi mencakup gambar dan suara. Sinyal suara di pancarkan oleh modulasi frekuensi (FM) pada suatu gelombang terpisah dalam satu saluran pemancar yang sama dengan sinyal gambar. Sinyal gambar termodulasi mirip dengan sistem pemancaran radio yang telah dikenal sebelumnya. Dalam kedua kasus ini, amplitudo sebuah gelombang pembawa frekuensi radio (RF) dibuat bervariasi terhadap tegangan pemodulasi.Modulasi adalah sinyal bidang frekuensi dasar (base band).Modulasi frekuensi (FM) digunakan pada sinyal suara untuk meminimalisasikan atau menghindari derau (noise) dan interferensi. Sinyal suara FM dalam televisi pada dasarnya sama seperti pada penyiaran radio FM tetapi ayunan frekuensi maksimumnya bukan 75khz melainkan 25 khz.Saluran dan Standar Pemancar TelevisiKelompok frekuensi yang di tetapkan bagi sebuah stasiun pemancar untuk tranmisi sinyalnya disebut saluran (chenel). Masing-masing mempunyai sebuah saluran 6 mhz dalam salah satu bidang frekuensi (band) yang dialokasikan untuk penyiaran televisi komersial.VHF bidang frekuensi rendah saluran 2 sampai 6 dari 54 MHZ sampai 88 MHZ.VHF bidang frekuensi tinggi saluran 7 sampai 13 dari 174 MHZ sampai 216 MHZ.UHF saluran 14 sampai 83 dari 470 MHZ sampai 890 MHZ.Sebagai contoh, saluran 3 disiarkan pada 60 MHZ sampai 66 MHZ. Sinyal pembawa RF untuk gambar dan suara keduanya termasuk di dalam tiap saluran tersebut.

1.3 Standar TV Dunia dan HDTV ( High Definition Television)

STANDAR TV DUNIA DAN HDTV

HDTV adalah merupakan media komunikasi baru dan teknologinya masih dalam proses penggarapan yang sangat ramai, terutama pada awal dekade ini. Secara singkat sejarah perkembangan HDTV dimulai oleh Jepang yang dimotori oleh pusat riset dan pengembangan NHK (TVRI/RRI -nya Jepang) pada tahun 1968, kemudian diikuti oleh Masyarakat Eropa sebagai pembanding dan akhirnya Amerika Serikat menjadi kompetitoryang harus diperhitungkan. Diperkirakan bahwa teknologi HDTV ini akan menjadi standar televisi masa depan, sehingga seorang peneliti senior dalam bidang sistem strategi dan manajemen Dr. Indu Singh meramalkan bahwa pasardunia untuk HDTV ini akan mencapai 250 billion dolar pertahun (tahun2010). Untuk itu pada dekade tahun 1990 ini negara-negara maju telahdan sedang berusaha agar bisa membuat teknologi tersebut sehingga bisa menguasai pasar dunia (posisi strategis).

Apa itu HDTV ?
HDTV dapat diartikan sebagai suatu sistem media komunikasi bergambar dan atau bersuara dengan tingkat kualitas ketajaman gambar (resolusi) yang sangat tinggi (hampir sama dengan kualitas film 35-mm) dan kualitas suaranya juga menyerupai CD (Compact Disk). Dalam hal ini teknologi pemrosesan sinyal dijital dan displai memberikan peran yang sangat penting. Diharapkan juga bahwa nantinya bisa melayani multi-bahasa dan multi media. Karena HDTV merupakan sistem komunikasi, maka seperti juga sistem komunikasi konvensional, untuk penyelenggaraannya memerlukan beberapa komponen dasar seperti pusat produksi (studio), pemroses/penyimpan. sistem transmisi dan pesawat penerima. Sistem Siaran IdealUntuk dapat menyelenggarakan sistem siaran HDTV baik secara nasional maupun global yang ideal, diperlukan beberapa kriteria antara lain sebagai berikut :
- Penggunaan sinyal standar yang sama (di dunia /dalam satu negara)
- Biaya pesawat penerima yang murah /terbeli oleh khalayak
- Kompatibel dengan sistem yang sudah ada
- Bisa dihubungkan dengan media lain (multi-media)
- Dapat terjangkau secara meluas (aspek pemerataan)

TEKNOLOGI HDTV
Kemajuan teknologi komunikasi informasi, khususnya imej digital yang dikombinasikan antara foto dan video, berkembang lebih cepat dari yang kita perkirakan. Kehadiran teknologi high-definiton television atau HDTV, yang sudah lama di tunggu, bukan saja mendorong produk-produk dengan kualitas digital pada beberapa perangkat televisi ternama, tetapi juga pada cara perekamannya untuk ditayangkan di HDTV.
Sampai sekarang memang sulit untuk mendefinisikan secara tepat HDTV. Yang pasti, teknologi tayangan televisi yang dianggap terbaik sekarang ini adalah menggunakan sistem NTSC (National Television Systems Committee) yang menayangkan gambar analog, menghasilkan resolusi sebanyak 525 garis pada layar televisi.
Sedangkan HDTV menghasilkan resolusi 1.125 garis tayangan yang lebih padat dan mampu menghasilkan informasi video lima kali lebih banyak dibanding sistem NTSC. Namun, walaupun memiliki keunggulan yang luar biasa dalam menghasilkan resolusi yang rapat, tajam, dan jelas, transmisi HDTV memerlukan bandwith yang lebih besar sampai lima kali dibanding kapasitas sinyal televisi konvensional.
Konsep dasar HDTV di sisi lain sebenarnya tidak dimaksudkan hanya untuk meningkatkan definisi per wilayah unit tayangan layar televisi, tetapi juga untuk meningkatkan persentase bidang visual yang menayangkan gambar tersebut. Pengembangan HDTV diarahkan pada peningkatan 100 persen jumlah piksel horizontal dan vertikal, misalnya bingkai gambar 1 MB seharusnya memiliki jumlah 1.000 garis x 1.000 titik horizontal.
Hasil yang didapat dari perluasan ini adalah faktor perbaikan 2-3 kali dalam sudut bidang vertikal dan horizontal. Dengan demikian, perbaikan sudut ini pada HDTV juga mengubah rasio menjadi 16:9 dari 4:3 dan menjadi imej yang ditayangkan "seperti di bioskop".
Mengenal Lebih Jauh Keunggulan HDTV
Selama ini kita sudah sangat familiar dengan sistem national television system committee (NTSC) yang dipergunakan televisi untuk menyajikan gambar. Tetapi, belakangan dengan munculnya teknologi high-definition television (HDTV) atau yang dalam bahasa Indonesia disebut televisi definisi tinggi, menyebabkan fungsi NTSC perlahan-lahan tergantikan.


Apa sih sebenarnya teknologi HDTV ini?
PESATNYA kemajuan teknologi digital, terutama di bidang gambar digital yang mengkombinasikan foto dan video, memang tidak diduga sebelumnya. Kehadiran teknologi HDTV, bukan saja mendorong produk-produk dengan kualitas digital pada beberapa merek perangkat televisi yang sudah punya nama, tetapi juga pada cara perekamannya untuk ditayangkan di HDTV. Sampai sekarang masih sulit untuk mendefinisikan secara tepat HDTV. Yang pasti, teknologi tayangan televisi yang dianggap terbaik sekarang ini adalah menggunakan sistem NTSC (National Television Systems Committee) yang menayangkan gambar analog, menghasilkan resolusi sebanyak 525 garis pada layar televisi. Sedangkan HDTV menghasilkan resolusi 1.125 garis tayangan yang lebih padat dan mampu menghasilkan informasi video lima kali lebih banyak dibanding sistem NTSC. Namun, walaupun memiliki keunggulan yang luar biasa dalam menghasilkan resolusi yang rapat, tajam, dan jelas, transmisi HDTV memerlukan bandwith yang lebih besar sampai lima kali dibanding kapasitas sinyal televisi konvensional. Meski masih sulit mendefinisikannya, HDTV dapat diartikan sebagai suatu sistem media komunikasi bergambar dan atau bersuara dengan tingkat kualitas ketajaman gambar (resolusi) yang sangat tinggi (hampir sama dengan kualitas film 35 mm) dan kualitas suaranya juga menyerupai CD (Compact Disk).Dalam hal ini teknologi pemrosesan sinyal digital dan displai memberikan peran yang sangat penting. Diharapkan juga nantinya bisa melayani multi bahasa dan multi media. Karena HDTV merupakan sistem komunikasi, maka seperti juga sistem komunikasi konvensional lainnya, untuk penyelenggaraannya memerlukan beberapa komponen dasar seperti pusat produksi (studio), pemroses/penyimpan, sistem transmisi dan pesawat penerima.Konsep dasar HDTV di sisi lain sebenarnya tidak dimaksudkan hanya untuk meningkatkan definisi per wilayah unit tayangan layar televisi, tetapi juga untuk meningkatkan persentase bidang visual yang menayangkan gambar tersebut. Pengembangan HDTV diarahkan pada peningkatan 100 persen jumlah piksel horizontal dan vertikal, misalnya bingkai gambar 1 MB seharusnya memiliki jumlah 1.000 garis x 1.000 titik horizontal. Hasil yang didapat dari perluasan ini adalah faktor perbaikan 2-3 kali dalam sudut bidang vertikal dan horizontal. Dengan demikian, perbaikan sudut ini pada HDTV juga mengubah rasio menjadi 16:9 dari 4:3 dan menjadi imej yang ditayangkan seperti di "bioskop". HDTV memang merupakan media komunikasi baru dan teknologinya sedang dalam proses penyempurnaan, terutama pada awal dekade 90-an. Secara singkat sejarah perkembangan HDTV dimulai oleh Jepang yang dimotori oleh pusat riset dan pengembangan NHK (TVRI/RRI-nya Jepang) pada tahun 1968. Kemudian diikuti oleh masyarakat Eropa sebagai pembanding dan akhirnya Amerika Serikat menjadi kompetitor yang harus diperhitungkan. Diperkirakan teknologi HDTV ini akan menjadi standar televisi masa depan, sehingga seorang peneliti senior dalam bidang sistem strategi dan manajemen Dr. Indu Singh meramalkan bahwa pasar dunia untuk HDTV ini akan mencapai 250 milyar dolar per tahun (tahun 2010). Kompetisi StandarDi samping aspek pasar yang menggiurkan, dalam sistem penyelenggaran HDTV mempunyai dampak yang luas pada bidang budaya, sosial, politik sampai pada pertahanan. Karena itu negara-negara maju telah berlomba agar sistem yang mereka kembangkan itu nantinya dapat dipakai sebagai standar dunia (global). Standar yang telah masuk dalam agenda rapat CCIR (badan internasional yang menangani standarisasi sistem penyiaran), baru dua yaitu MUSE (Jepang) dan HD-MAC (Eropa). Sementara itu Amerika Serikat yang diatur oleh FCC (Komisi Komunikasi) sedang ditegangkan untuk memutuskan satu standar dari masing-masing team (konsorsium) yang sedang berkompetisi.Karena kepentingan masing-masing negara yang berbeda-beda apakah CCIR bisa memutuskan pemakaian standar yang tunggal? Pengalaman dari sistem TV konvensional yaitu adanya PAL/SECAM di Eropa & ASEAN, NTSC di Amerika dan Jepang, rasanya sulit CCIR untuk bisa memutuskan pemakaian tunggal sistem penyiaran HDTV ini. Disamping itu juga ada badan standarisasi di bawah ISO yaitu MPEG yang menangani standarisasi pengkodean dan pemampatan sinyal gambar bergerak. Setiap negara tentu saja menginginkan bahwa negaranya bisa maju dalam segala hal, termasuk teknologi HDTV. Bagi negara maju yang infrastruturnya sudah lengkap yang menjadi masalah penerapan adalah kompetisi. Namun demikian bagaimana dengan negara berkembang yang infrastrukturnya masih terbatas (lihat idealisasi sistem siaran di atas), apakah mau menciptakan standar sendiri ataukah mengikuti standar yang sedang dikembangkan oleh bangsa maju. apankah HDTV tersebut layak diterapkan?Karena tingkatan teknologi HDTV yang ada sudah demikian maju, kemungkinan membuat standar sinyal sendiri hanyalah membuang waktu dan dana. Alangkah bijaksananya kalau negara berkembang bisa mempelajari sistem HDTV ini baik dari segi produksi, transmisinya, pesawat penerima bahkan sampai industri pembuatan komponen-komponen tersebut. Karena tanpa bisa memproduksi, negara tesebut akan selalu bergantung. Sebagai contoh keterpaduan yang dilakukan di Jepang untuk pengembangan industri televisi yang dimulai dekade 50-an. Dengan dimotori oleh Pusat Riset dan Pengembangan NHK, Jepang memaksa industri-industri dalam negeri (Sony, Matsuhita, dll) untuk bisa memproduksi televisi dan komponen terkait dengan orientasi permulaan pasar dalam negeri.Dengan dilaksanakan siaran secara langsung melalui media televisi upacara pernikahan kaisar (emperor) Akihito pada tahun 1959, meledaklah industri televisi di Jepang. Akhirnya seperti kita ketahui dengan baik bahwa Jepang telah bisa merajai teknologi televisi dan pasar dunia. Bahkan telah berhasil menayangkan program HDTV 8 jam sehari (mulai 25 Nopember 1991). Contoh lain adalah Korea Selatan. Mereka tidak terburu-buru mengadakan penyelenggaraannya di saat standar belum mapan. Namun yang mereka kejar adalah bagaimana memproduksi HDTV untuk bisa di ekspor, sehingga mereka mengirimkan para ahli yang bisa membuat HDTV ke Jepang , Eropa dan Amerika. Kegiatan ini merupakan konsorsium dari pemerintah dan industri terkait seperti Golden Star, Samsung, Daewo, dan Korean Telecom. Proyek pengembangan produksi HDTV di Korea ini dimulai sejak tahun 1989, dengan biaya 100 milyar won, 60 persen di antaranya dikeluarkan dari kocek pemerintah.

1.4 Proses Alir Kerja Pemancar TV ( Frekuensi Penghantar Gelombang TV UHF/VHF

Frekuensi Penghantar Gelombang TV UHF/VHF

UHF bekerja di gelombang antara 300 MHz sampai 3 GHz yang biasanya dipake buat siaran televisi.Selain UHF juga ada VHF. kebanyakan tv swasta siaran pake UHF & negeri pake VHF. tapi tvri juga kadang kalo di jakarta nongol di UHF juga. uhf itu ultra high frequency.
jadi frekwensi itu mirip kayak frekuensi telepon seluler. ada gsm 1800 mhz & 900 mhz ada juga cdma 2000-1x di frekuensi 800 mhz & 1900 mhz.
semua frekuensi dikelola oleh negara. tapi ada frekuensi tertentu yang dibebasin buat kepentingan masyarakat misalnya buat wifi, radio amatir, radio kontrol, dsb.
telinga manusia cuma bisa dengar frekuensi antara 20 sampai 20000 getaran tiap detik / hertz.


A. Kualitas Penerimaan Siaran Televisi
Besarnya signal penerimaan siaran televisi disuatu tempat dipengaruhi beberapa parameter dari stasiun pemancar yang meliputi antara lain :
Daya pancar
Gain dan sistem antena pemancar
Jarak lokasi pemancar dengan lokasi penerimaan
Frequency saluran yang digunakan
Gain dan antena sistem dari pesawat penerima
Profile chart antara antena pemancar dengan antena pesawat penerima
Ketinggian lokasi pemancar terhadap lokasi penerima
Apabila dinyatakan dalam rumus, dapat kita lihat dengan jelas parameter-parameter yang berpengaruh pada penerimaan signal siaran televisi :
Pfs(db) = Po(db) + Gant Tx(db) – Apl(db) + Gant Rx(db)
Pfs(db) : Level Field Strength dalam satuan dB
Po(db) : Power Output pemancar dalam satuan dB
Gant Tx(db) : Gain antena pemancar dalam satuan dB
Apl(db) : Anttenuasi Path Loss dalam satuan dB
Gant Rx(db) : Gain antena penerima dalam satuan dB

B. Daya Pancar
Kiranya semua orang tahu bahwa besarnya daya pancar, akan mempengaruhi besarnya signal penerimaan siaran televisi disuatu tempat tertentu pada jarak tertentu dari stasiun pemancar televisi. Semakin tinggi daya pancar semakin besar level kuat medan penerimaan siaran televisi. Namun demikina besarnya penerimaan siaran televisi tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya daya pancar.

C. Gain Antena
Besarnya Gain antena dipengaruhi oleh jumlah dan susunan antena serta frequency yang digunakan. Antena pemancar UHF tidak mungkin digunakan untuk pemancar TV VHF dan sebaliknya, karena akan menimbulkan VSWR yang tinggi. Sedangkan antena penerima VHF dapat saja untuk menerima signal UHF dan sebaliknya, namun Gain antenanya akan sangat mengecil dari yang seharusnya.

D. Path Loss (redaman Ruang)
Path Loss dapat diartikan sebagai redaman propagasi, yaitu besarnya daya yang hilang dalam menempuh jarak tertentu. Besarnya redaman disamping ditentukan oleh kondisi alam seperti tidak adanya halangan antara pemancar dengan penerima dan kondisi altitude dari masing-masing lokasi maupun antara kedua lokasi, redaman sangat dipengaruhi oleh jarak antara pemancar dengan penerima dan frekwensi yang digunakan. Dengan tanpa memperhitungkan kondisi alam dan lokasi dimana pemancar dan penerima berada, besarnya Path Loss dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Free Space Loss” sebagai berikut :
A pl(db) = +32,5(db) +(20 log D (km))(db) + (20 log F (Mhz))(db)

E. Kebutuhan Daya Pancar
Besarnya daya pancar yang diperlukan untuk menjangkau sasaran pada jarak tertentu dipengaruhi antara lain oleh besarnya frekwensi, ketinggian antena pemancar dan antena penerima serta profile antara lokasi pemancar dengan lokasi penerima, serta besarnya level kuat medan yang diharapkan dapat diterima oleh pesawat penerima. Besarnya level kuat medan penerimaan siaran televisi untuk frekwensi band tertentu, CCIR/ ITU-R memberikan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai referensi, namun demikina di setiap negara dapat saja memiliki kebijaksanaan tersendiri tentang kualitas penerimaan siaran televisi yang dikaitkan dengan persyaratan kuat medan minimum. Sampai saat ini di Indonesia belum ada kebijaksanaan khusus mengenai persyaratan minimum kuat medan pancaran siaran televisi yang harus dipenuhi untuk suatu penerimaan siaran televisi yang dianggap baik. Sementara itu, untuk kebutuhan perencanaan pengembangan perluasan jangkauan digunakan rekomendasi CCIR/ ITU-R sebagai acuan. Dibawah ini sebagai contoh disampaikan daftar kuat medan minimum menurut rekomendasi CCIR dan daftar kuat medan minimum yang digunakan oleh negara Australia.
Untuk menganalisa perbedaan kebutuhan daya pancar antara pemancar VHF dengan UHF dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan propagasi gelombang pada “free space” ataupun menggunakan chart/ grafik propagasi yang disusun oleh CCIR serta dengan memegang variabel-variabel tertentu dalam kondisi yang sama. Pada kesempatan ini marilah kita lakukan perhitungan dengan menggunakan rumus propagasi gelombang pada “free space” dengan variabel-variabel yang dipegang tetap yaitu sebagai berikut :
Jarak pemancar dengan penerima = 20 Km
Antara pemancar dan penerima tidak ada halangan/ obstacle dan ketinggian antena pemancar dan penerima tidak diperhitungkan
Frekwensi VHF = 200Mhz dan UHF = 500Mhz
Pfs = Field strength untuk VHF = 75dbuV/m = -30dBm/Z = 50Ohm
Pfs = Field strength untuk UHF = 80dBuV/m = -27dBm/Z = 50Ohm
Gant = Gain antena = 10dB
Po = power output pemancar
Po(db) = Pfs(db) – Gant(db) + 32,5(db) + (20logD(km))(db) + (20logF(Mhz))(db)
Dengan data sebagaimana tersebut diatas, dapat dihitung kebutuhan power output VHF yang dapat menjangkau sasaran sejauh 20Km adalah sebagai berikut :
Po(db) = Pfs(db) – Gant(db) + 32,5(db) + (20logD(km))(db) + (20logF(Mhz))(db)
Po(db) = -32bdm – 10db + 32,5db + 20log20 + 20log200
Po(db) = -32bdm – 10db + 32,5db + 26db + 46db
Po(db) = 62,5 dbm = 2,5dbk = 1,8KW
Sedangkan untuk pemancar UHF diperlukan power output sebesar :
Po(db) = Pfs(db) – Gant(db) + 32,5(db) + (20logD(km))(db) + (20logF(Mhz))(db)
Po(db) = -27bdm – 10db + 32,5db + 20log20 + 20log500
Po(db) = -27bdm – 10db + 32,5db + 26db + 54db
Po(db) = 75,5 dbm = 15,5dbk = 35KW
Apabila dilakukan perhitungan dengan menggunakan grafik rumus propagasi gelombang pada “free space” dengan variable-variable yang dipegang tetap yaitu sebagai berikut :
Jarak pemancar dengan penerima = 20Km
Antara pemancar dan penerima tidak ada halangan/ obstacle
Ketinggian antena pemancar = 150meter, dan ketinggian antene penerima penerima = 10meter
Pfs = Field strength untuk VHF = 75dbuV/m = -32dBm/Z = 50Ohm
Pfs = Field strength untuk UHF = 80dBuV/m = -27dBm/Z = 50Ohm
Gant = Gain antena = 10dB
Po = Power output pemancar
Dengan data sebagaimana tersebut diatas dan dengan menggunakan standard CCIR, besarnya daya pancar dapat dihitung sebagai berikut :
1. Perhitungan Daya Pancar Pemancar VHF

Dengan menggunakan grafik , dapat dijelsakan bahwa dengan 1 Kw atau 0dbk ERP pada jarak 20Km dengan ketinggian antena pemancar 150 meter dapat diperoleh field strength sebesar 63dbuV/m. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk mendapatkan field strength sebesar 75dbuV/m pada jarak 20Km diperlukan ERP sebesar 12dBk dan dengan menggunakan antena pemancar dengan Gain 10dB, power output pemancar VHF yang diperlukan sebesar 2dBk atau 1,58KW
2. Perhitungan Daya Pancar Pemancar UHF

Dengan menggunakan grafik , dapat dijelaskan bahwa dengan 1 KW atau 0dbk ERP pada jarak 20Km denagn ketinggian antena pemancar 150 meter dapat diperoleh Field Strength sebesar 61dbuV/m. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa untuk mendapatkan field strength sebesar 19dbk, dan dengan menggunakan antena pemancar dengan Gain 10dB, power output pemancar UHF yang diperlukan adalah sebesar 9dbk atau 8KW Dari uraian tersebut diatas dapat disampaikan bahwa untuk mendapatkan kualitas penerimaan gambar dan suara yang baik pada jarak yang sama diperlukan daya pancar yang lebih tinggi apabila menggunakan pemancar UHF dari pada apabila menggunakan pemancar VHF.

F. Biaya Investasi
Penggunaan pemancar UHF untuk menjangkau daerah sasaran yang sama jauhnya, diperlukan biaya investasi yang jauh lebih besar daripada menggunakan pemancar VHF. Hal ini sangat wajar karena untuk menjangkau sasaran tertentu pemancar UHF memerlukan daya yang 3 s/d 5 kali lebih besar daripada daya pemancar VHF. G. Kualitas Kualitas hasil pencaran dari pemancar VHF dibandingkan dengan kualitas hasil pancaran dari pemancar UHF adalah sama asalkan keduanya memenuhi persyaratan dan spesifikasi yang telah ditentukan. Perbedaan yang mungkin terjadi tudak akan dapat dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, tetapi hanya dapat diketahui dengan mengunakan alat ukur. Tidak adanya perbedaan kualitas penerimaan gambar dan suara dari pemancar televisi VHF dan UHF ini barangkali dapat ditanyakan kepada yang sempat melihat siaran televisi Singapore, Malaysia, Jepang ataupun Jerman, dimana perbedaan kualitas penerimaan siaran televisi VHF dan UHF tidak dapat di indentifikasi.

PENGGUNAAN PEMANCAR VHF OLEH TVRI
Berdasarkan peraturan internasional yang berkaitan dengan pengaturan penggunaan frekwensi (Radio Regulation) untuk penyiaran televisi pada pita frekwensi VHF dan UHF. Sesuai dengan sistem pertelevisian yang dianaut oleh indonesia yaitu CCIR B dan G maka penggunaan frekwensi tersebut telah diatur sebagai berikut :
VHF band I : saluran 2 dan 3VHF band III : saluran 4 s/d 11VHF band IV : saluran 21 s/d 37VHF band V : saluran 38 s/d 70
Sejarah pertelevisian di Indonesia diawali pada tahun 1962 oleh TVRI di Jakarta dengan menggunakan pemancar televisi VHF. Pembangunan pemancar TVRI berjalan dengan cepat terutama setelah diluncurkannya satelite palapa pada tahun 1975. Pada tahun 1987, yaitu lahirnya stasiun penyiaran televisi swasta pertama di Indonesia, stasiun pemancar TVRI telah mencapai jumlah kurang lebih 200 stasiun pemancar yang keseluruhannya menggunakan frekwensi VHF, dan pemancar TV swasta pertama tersebut diberikan alokasi frekwensi pada pita UHF. Kebijaksanaan penggunaan pita frekwensi VHF untuk TVRI dan UHF untuk swasta pada saat itu dilakukan dengan beberapa pertimbangan yang menguntungkan negara sebagai berikut :
Jumlah saluran TV pada pita VHF yang jumlahnua hanya 10 saluran hampir seluruhnya telah digunakan untuk 200 stasiun pemancar terutama di pulau Jawa, maka pemancar TV swasta yang pertama dan berlokasi di Jakarata dialokasikan pada pita frekwensi UHF.
Pemancar VHF lebih ekonomis dan tidak berbeda kualitasnya dengan pemancar TV UHF sangat cocok unruk stasiun penyiaran pemerintah yang terbatas dana pembangunannya.
Kesinambungan pemeliharaan dan penggantian pemancar TVRI yang 70% adalah buatan LEN sangat didukung oleh hasil produksi LEN yang belum memproduksi pemancar UHF.
TVRI terus memperluas jangkauannya sampai ke pelosok tanah air dimana saat itu masih banyak masyarakat di daerah yang belum mampu membeli pesawat TV berwarna dan pada saat itu pesawat hitam putih hanya dapat menerima saluran VHF.